Jumat, 22 November 2013

Kisah Tauladan

- Kisah Tauladan -

Muhammad bin Himyar adalah seorang yang sholeh dan waro’ (berhati-hati dalam segala sesuatu yg meragukan), hari-harinya lebih banyak diisi dengan puasa sunnah dan sholat malam, tentunya setelah menyempurnakan ibadah fardhunya.

Ia juga sangat senang membantu siapa saja yang mengalami kesulitan, sejauh ia mampu melakukannya. Namun ternyata tidak semua pihak senang dengan perbuatan baik yang dilakukannya, mungkin karena dengki, persaingan, memusuhi atau karena alasan lainnya, wAllohu a'lam.

Suatu ketika ia berburu di hutan, tiba-tiba datang seekor ular dan berkata seperti meng-iba, “Hai Muhammad bin Himyar, tolonglah aku, semoga Alloh akan menolongmu!!”

Ia sempat terkejut dan heran karena ular itu berbicara terhadap dirinya, tetapi karena permintaannya itu sepertinya sangat mendesak, ia mengabaikan keheranannya itu dan jiwa ‘penolong’-nya yang lebih tampil. Ia berkata, “Adakah sesuatu yang mengusikmu sehingga aku harus menolongmu?!”

Ular itu berkata, “musuhku yang ingin membunuhku!!”
“Dimanakah musuhmu?” Tanyanya lagi.
“Ia mengejar di belakangku!!” Kata ular itu lagi.

Ibnu Himyar sempat waspada sambil berkata, “Dari umat siapakah engkau ini?”

“Umat Nabi Muhammad SAW!!” Jawab Ular itu singkat

Lalu Muhammad bin Himyar membuka serbannya dan berkata, “Masuklah engkau di sini!!”

Ular itu berkata, “Aku akan dapat dilihat oleh musuhku itu!!”

Kemudian ia melonggarkan ikat pinggangnya dan berkata, “Masuklah ke dalam bajuku, engkau akan aman disini !!”

Ular itu berkata lagi, “Ia pasti akan bisa menemukanku di situ!!”

“Lalu apa yang harus aku lakukan agar bisa menolongmu!!”

Ular itu berkata, “Jika memang ingin menolongku, bukalah mulutmu, dan aku akan bersembunyi di dalam perutmu!!”

Muhammad bin Himyar berkata, “Aku khawatir engkau akan membunuhku”

Ular itu berkata, “Demi Alloh aku tidak akan membunuhmu, Alloh menjadi saksi atas janjiku ini, begitu juga dengan para malaikat dan para Nabi-Nya, Halamatul Arsyi (malaikat yang menyangga Arsyi) dan semua penduduk langit!!”

Mendengar janjinya itu, tanpa ragu lagi Muhammad bin Himyar membuka mulutnya dan masuklah ular itu ke dalam perutnya. Tidak lama berselang, datang seorang lelaki dengan pedang terhunus dan berkata, “Apakah engkau melihat musuhku ??”

Ibnu Himyar berkata, “Siapakah musuhmu itu?”

Ia berkata, “Seekor ular!!”

“Tidak!!” Kata Ibnu Himyar, tetapi dalam hatinya ia terus menerus mengucap istighfar karena kebohongannya berkata ‘tidak’ itu, walau hal itu yang diperbolehkan, yakni berbohong untuk menyelamatkan nyawa orang lain atau makhluk lainnya.

Setelah orang bersenjata pedang terhunus itu berlalu dan tidak terlihat lagi jejak kehadirannya, Ibnu Himyar berkata, “Wahai ular, keluarlah karena musuhmu telah pergi jauh, sekarang ini telah aman!!”

Tetapi ia amat terkejut ketika mendengar ular itu tertawa dan berkata, “Wahai Muhammad, engkau pilih satu di antara dua hal, apakah aku akan merobek-robek hatimu atau aku akan melobangi jantungmu, dan aku biarkan engkau (tubuhmu) tanpa ruh ?!”

Ia berkata, “Subhanalloh, dimanakah janji dan sumpahmu itu, begitu cepatnya engkau melupakannya!!”

Lagi-lagi terdengar ular itu tertawa dan berkata, “Wahai Muhammad, mengapa engkau melupakan permusuhanku dengan bapakmu, Adam, yang aku telah mengeluarkannya dari surga. Mengapa pula engkau berbuat baik kepada orang yang curang dan tidak mengenal budi ?!”

Tentu saja Muhammad bin Himyar tidak menyangka bahwa ular itu adalah penjelmaan Iblis ataupun syaitan terkutuk. Adalah tipe manusia agung (Rosululloh Shollallohu 'Alihi Wassallam) sebagai Sayyidus- Sholihin (Penghulunya orang2 Sholeh) yang selama ini menjadi idola dan acuan baginya untuk berbuat baik kepada siapa saja termasuk bangsa binatang.

Karena tidak ada pilihan lain, maka ia hanya berpasrah diri kepada Alloh, dan berkata kepada ular itu, “Jika engkau memang harus membunuhku, mau apa lagi, mungkin sudah menjadi jalan dan suratan takdirku untuk mati di tanganmu. Tetapi berilah waktu untukku menuju bukit itu untuk mengatur dan menyiapkan tempat matiku.”

“Terserah padamu!!” Kata ular di dalam perutnya itu.

Muhammad bin Himyar berjalan menuju bukit di maksud, tetapi sambil berjalan mulutnya tidak henti-hentinya melantunkan do'a, layaknya orang sedang bersyair atau bersenandung :

Ya lathief, Ya lathief, ulthuf bi luthfikal khofiyyi
Ya lathief, as'aluka bil qudrotil latis-tawaita biha 'alal arsyi
Falam ya’rifil arsyu aina mustaqorroka minhu
Illa kafaitani haadzihil hayyaati

Makna dari doanya tersebut adalah :

Ya Lathief Ya Lathief (salah satu Asma Alloh, Yang Maha Halus/Lembut), berilah aku karunia-Mu yang samar (lembut) itu,

Ya Lathief, dengan kekuasaan-Mu ketika Engkau meliputi arsyi,
sehingga arsyi itupun tidak mengetahui di manakah Engkau,
aku memohon hendaklah Engkau hindarkan aku dari kejahatan ular (dalam perutku) ini.

Tak henti-hentinya ia melafalkan doanya itu, sampai akhirnya ia bertemu dengan seseorang yang sangat harum baunya dan bersih sekali penampilannya. Lelaki itu mengucap salam, dan setelah dijawab salamnya, ia berkata lagi, “Wahai saudaraku, mengapa wajahmu tampak berubah (yakni jadi memucat)?”

Muhammad bin Himyar berkata, “Karena musuh yang berlaku kejam terhadapku ”

“Di manakah musuhmu itu,“ Tanya lelaki itu lagi.

“Di dalam perutku!!”

“Bukalah mulutmu!!”

Ibnu Himyar membuka mulutnya, dan lelaki itu memasukkan sebuah daun hijau, mirip dengan daun zaitun, sambil berkata, “Kunyahlah dan telanlah!!”

Ibnu Himyar segera mematuhinya, dan tidak berapa lama kemudian ia merasa sakit perut, disusul dengan keluarnya potongan-potongan ular yang berada di perutnya, melalui duburnya. Ia langsung mengucap syukur kepada Alloh, dan sambil memegang tangan lelaki itu ia berkata, “Wahai Fulan, siapakah engkau ini, yang Alloh telah menolongku dengan perantaraan engkau?”

Lelaki itu tertawa dan berkata, “Apakah engkau tidak mengenal aku??”

“Tidak!!” Kata Ibnu Himyar.

Ia berkata lagi, “Wahai Muhammad bin Himyar, ketika terjadi peristiwa antara engkau dan ular itu, hingga akhirnya engkau berdoa, suara doa para malaikat di langit bergemuruh untuk memohonkan keselamatan atasmu. Maka Alloh berfirman : Demi Kemuliaan dan Kebesaran-Ku, sungguh Aku telah melihat semuanya. Kemudian Alloh memerintahkan aku pergi ke surga untuk mengambil satu daun hijau, dan memberikannya kepadamu. Namaku Al Ma’ruf, dan tempatku di langit ke empat..”

Ibnu Himyar makin banyak mengucap syukur kepada Alloh, karena dari ‘musibah’ yang dialaminya, justru Alloh memberikan karunia dengan mempertemukannya dengan Malaikat Al Ma’ruf dalam wujud manusia.

Malaikat Al Ma’ruf itu berkata lagi, “Hai Muhammad bin Himyar, tetaplah engkau berbuat dan berbudi baik, karena dengan sikapmu itu dapat menghindarkan berbagai kejahatan dan kebinasaan. Meskipun tidak dibalas (diterima dan ditanggapi) dengan kebaikan oleh orang yang engkau berbuat baik kepadanya, tetapi tidak akan pernah disia-siakan oleh Alloh Subhanahu wa Ta'ala”

Demikian, moga bermanfaat.
Wallaahu a'lam bishshawaab.....

U#2 Lasti

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih sudah mengunjungi Blog ini
copy paste atau copas boleh tapi harus dicantumkan blog ini...
Bila comment harus pakai bahasa yang sopan dan ramah bila tidak akan dispam..